Featured Post

Kapan Harus Ganti Smartphone?

Kapan harus ganti smartphone? Ya kalau ada duitnya. Hehe.

Hmm, yang saya bahas kali ini adalah bukan masalah ada uangnya atau tidak yah. Tapi lebih ke waktu yang tepat ganti smartphone agar tidak terkesan buang-buang uang. Apalagi buat kamu yang uangnya terbatas atau memang sengaja membatasi pengeluaran.

Pengalaman Beli Smartphone

Tulisan ini tentu saja sangat subjektif yah berdasarkan pengalaman saya ganti smartphone selama ini. Rata-rata saya ganti smartphone adalah 2 tahun. Sebentar sekali yah? Ya, itu kesannya memang sebentar sekali. Tapi faktanya memang segitu. Rata-rata saya ganti smartphone karena sudah lemot atau memang karena rusak tidak bisa dipakai sama sekali.

Smartphone Pertama, Samsung Galaxy Young

Smartphone pertama kali saya adalah Samsung Galaxy Young (tahun 2012 lalu). Ini adalah smartphone yang tidak smart menurut saya. Hehe. Waktu itu beli karena saya kurang riset tentang Android. Saya pikir wah harga 1,1 juta bakal dapat HP Android yang cukup bagus lah. Karena memang saat ini Nokia di harga 1 jutaan juga sudah bagus. 

Samsung Young ini sangat lemot sekali dan sering memori penuh. Akhirnya malah jadi seperti HP biasa, cuma buat SMS dan telepon saja. Mau internetan juga kurang nyaman di HP ini, kecuali memang terpaksa butuh akses internet untuk keperluan mendesak.

Mau ganti juga rasanya aneh, wong baru saja beli. Malah jadi kesannya buang-buang uang saja. Akhirnya tetap dipakai sampai tahun 2015.

Sebenarnya saat tahun 2014, Xiaomi punya Redmi 1S dan saya pengen beli banget. Cuma ya nyebelin banget adalah beli Redmi 1S ini harus ikut rebutan Flash Sale. Ribet menurut saya. Wong mau beli kok dibikin ribet. Hehe.

Smartphone Secara Harfiah, Lenovo A6000 Plus

Di tahun 2015, ini adalah waktu yang tepat ganti smartphone menurut saya. Selain karena duitnya memang ada, Lenovo mengeluarkan smartphone Lenovo A6000 Plus yang menurut saya sangat worth it buat dibeli.

Pengalaman menggunakan Lenovo A6000 Plus—smartphone kedua saya ini—sangat menyenangkan dan membantu banyak pekerjaan saya waktu itu. Benar-benar smartphone secara harfiah. Halah.

Dari smartphone ini banyak sekali pundi-pundi uang yang saya dapatkan. Smartphone ini juga menemani masa-masa skripsi S1 saya yang melelahkan. Wkwkwk.

Smartphone ini juga cukup kuat sih. Bolak-balik kebanting anak saya juga aman-aman saja. Pernah kehujanan, layarnya tidak bisa disentuh-sentuh. Sempat panik. Tapi keingat trik dibuka semua baterainya, trus dimasukin ke beras. Eh beneran bisa sembuh dan bisa disentuh-sentuh lagi.

Namun, di tahun 2018, Lenovo A6000 Plus ini harus pensiun dini. Lenovo ini rusak parah karena kebanting. Meskipun masih bisa nyala sih. Tapi siapa juga yang mau pakai smartphone layarnya retak-retak parah.

Smartphone Termahal yang Saya Pakai, Samsung Galaxy J7 Pro

Karena rusak benar-benar tidak tertolong, akhirnya saya harus ganti smartphone. Pilihan saya waktu itu adalah Samsung Galaxy J7 Pro. Ini pun risetnya cukup lama dan lihat review gadget di YouTube. Dan GadgetIn adalah review gadget yang paling bagus menurut saya. Gara-gara si David GadgetIn ini, saya beli Samsung J7 Pro, smartphone ketiga saya.

Samsung J7 Pro ini benar-benar bagus banget dan terlihat premium. Bodinya pakai logam. Smartphone saya yang sebelumnya pakai plastik semua. Wajar sih, di tahun 2018 (setelah setahun rilis), harga Samsuung J7 Pro ini masih di angka 3,4 juta. Mahal menurut saya yang duitnya pas-pasan. Hehe.

Dengan bantuan smartphone ini saya juga mendapatkan pundi-pundi uang yang cukup banyak. Enak banget dibuat kerja. Menulis draft artikel juga kadang pakai hape ini, sebelum nantinya diedit pakai laptop.

Sayangnya, hape ini seperti hape kutukan. Wkwkwk. Kok bisa? Capek hati dengan hape ini.

Di awal tahun 2019, Samsung J7 Pro saya kehujanan. Efeknya adalah layarnya ga bisa di-toel-toel. Saya pikir sama seperti Lenovo A6000 Plus saya dulu. Dibiarin, dimasukin beras, langsung sembuh. Nyatanya ini tidak bisa. Mungkin karena Samsung J7 Pro ini tidak bisa dilepas baterainya. Ada air yang terjebak di dalamnya.

Untuk menyervis kerusakan ini, saya harus keluar uang 1,3 juta. Berat sih. Tapi daripada tidak bisa dipakai, ya akhirnya servis juga. Alhasil kembali lagi seperti semula bisa dipakai setelah ganti layar.

Sebenarnya bisa juga beli yang OEM, tapi ya tidak bisa menikmati pesona layar AMOLED J7 Pro ini kalau ganti yang OEM. Mau tidak mau ya harus di Samsung Service Centre-nya.

Tidak cukup itu saja, di tahun yang kedua, Januari 2020, qodarulloh hape ini merusut dari kantong celana saya saat kena lubang di jalanan. Layarnya kali ini pecah dan retak di bagian kanan atas. Meskipun bisa dipakai, tapi tetap tidak estetis. Saya pun masih tetap memakainya dalam kondisi seperti ini, tidak saya servis.

Ternyata hal tersebut adalah keputusan yang salah. Kondisi layar yang retak akan berpengaruh ke komponen lainnya. Waktu itu hape tersebut gegar otak setelah dibanting anak ke-4 saya yang masih bayi saat itu. Alhasil tidak menyala sama sekali. Cuma getar-getar doang.

Harapan saya umur hape ini lebih lama, ternyata tidak terwujud. Hehe.

Akhirnya Nyobain Produk Xiaomi, Redmi Note 8

Karena kerusakan hape Samsung J7 Pro ini di luar perhitungan, akhirnya merusak cashflow belanja bulanan saya. Saya harus berpikir smartphone apa yang murah dan cukup bagus digunakan untuk menunjang kerja. Setelah pikir-pikir akhirnya jatuh pada pilihan Redmi Note 8.

Harganya saat April 2020 lalu sekitar 2,1 juta. Cukup murah untuk spec yang cukup tinggi. Mengapa saya tidak memilih Samsung lagi? Tentu saja karena mana ada Samsung saat itu harga 2,1 jutaan yang spec nya bagus? Kalau sekarang sih tahun 2022 udah banyak pilihan smartphone Samsung di harga 2,1 juta dengan spec bagus.

Sepertinya Samsung juga menyadari, jika Samsung tidak membuat hape yang bagus di harga 2 jutaan, maka pasar akan dikuasai oleh Xiaomi. Saya saja yang sebenarnya suka sama Samsung, malah beli Redmi Note 8 gara-gara ga ada hape Samsung di harga 2 jutaan yang sesuai.

Bagaimana performa Redmi Note 8 ini? Selama ini saya tidak menemui kendala yang berarti saat menggunakan hape ini. Hanya saja satu hal yang membuat saya jengkel, yaitu IKLAN-nya!

Masa iya di galeri sendiri, kamu nyetel video, setelah video selesai malah muncul iklan. Ini di app galeri bawaan Xiaomi loh. Belum lagi iklan-iklan di app bawaan lainnya yang sering kali menyebalkan.

Iklannya sih memang bisa diatur buat tidak muncul. Namun, kamu tetap akan ketemu iklan di app tertentu secara acak. Jadi tidak benar-benar hilang. Ini mungkin memang cara Xiaomi buat kasih harga murah ke pelanggannya. Kamu mau murah? Nih lihat iklan dulu! Hehe.

Selanjutnya? Mau Ganti Smartphone Apa?

Di tahun 2022 ini memang saatnya ganti smartphone buat saya. Bagi saya, Android 2 jutaan itu masa hidupnya cuma 2 tahun. Setelah itu harus ganti. Ponsel Redmi saya pun sebenarnya tidak lemot-lemot amat. Cuma sudah menunjukkan tanda-tanda harus ganti untuk penggunaan app penunjang kerja saya saat ini.

Tidak harus rusak dulu baru beli hape baru. Pengalaman saya dengan J7 Pro bikin saya kelabakan. Bahkan saya harus pakai hape virtual Android di laptop untuk beberapa urusan pekerjaan ketika J7 Pro saya rusak.

Dan parahnya lagi saat hape J7 Pro saya rusak, hape istri saya juga ikutan rusak. Combo breaker! Hehe. Ga ada yang buat backup.

Karena pengalaman itulah saya akhirnya belajar tentang harus ada hape backup. Tidak perlu bagus, yang penting bisa backup hape utama kalau terjadi hal di luar dugaan.

Kapan Waktu yang Tepat Ganti Smartphone?

Jika ditanya kapan waktu yang tepat ganti smartphone, saya akan menjawab 2 tahun jika smartphone tersebut adalah smartphone Android harga 2-3 jutaan. Jika smartphone kamu adalah smartphone flagship seperti Samsung Galaxy S22, maka 5 tahun adalah waktu yang tepat. Saya yakin 5 tahun ke depan hape flagship masih berjalan dengan baik. 

Teman saya juga juga pakai Samsung Galaxy S8 (rilis 2017) sampai sekarang (2022). Dan tidak ada isu apapun. Begitu juga jika kamu pakai iPhone, kamu bisa memakai iPhone kamu hingga 5 tahun ke depan.

Saya sendiri juga pernah membeli iPhone 6S Plus (rilis 2015 lalu) bekas pembelian teman saya yang dulu beli di iBox. Hingga saat ini masih mendapat update iOS 15.5. Untuk iOS 16 sudah tidak dapat dukungan lagi. Performanya jika masih oke-oke saja dan tidak lemot untuk aplikasi yang biasa saya pakai. Keluhannya hanya pada baterai yang cepat habis, cuma bertahan seharian saja. Maklum lah jika dibandingkan dengan Redmi Note 8 saya yang bisa tahan 2 hari karena memang kapasitas baterainya besar.

Sempat istri saya mau pakai iPhone 6S Plus ini, tapi ga jadi karena kurang enak dengan navigasi iPhone, sudah terbiasa dengan Android. Sebenarnya, jika belinya minimal iPhone X saja, navigasinya bakal enak-enak saja, bisa sat-set sat-set. Hal yang membuat navigasi tidak enak adalah karena Apple memberikan pengalaman yang berbeda navigasi iPhone yang masih punya Home Button dengan yang tidak (sudah berponi).

Itu saja tulisan saya kali ini. Semoga kamu bisa memiliki pertimbangan saat akan ganti smartphone. Selamat beraktivitas kembali.

Mungkin Kamu Juga Suka...

Comments