Featured Post

Sukanto Tanoto Memegang Prinsip Profesionalisme Dalam Mengelola RGE

Dalam mengelola usaha, profesionalisme memiliki dampak besar. Pengusaha Sukanto Tanoto tahu persis hal tersebut. Maka, pendiri sekaligus Chairman Royal Golden Eagle (RGE) selalu bersikap profesional dalam mengelola perusahaannya.

Sumber: RGEI (http://www.rgei.com/about/our-leadership)

Sukanto Tanoto mendirikan RGE pada 1967 dengan nama awal Raja Garuda Mas. Perusahaannya itu sudah berbeda jauh dibanding saat pertama kali didirikan. Kala itu, RGE hanya perusahaan kelas lokal, namun kini mereka merupakan korporasi kelas internasional dengan bisnis yang beragam.

Sampai saat ini, Sukanto Tanoto masih memegang kendali RGE. Ia menduduki posisi Chairman yang menentukan arah perusahaan. Namun, ia tidak bisa menjalankannya seorang diri. Butuh dukungan dari pihak lain terutama para karyawannya dalam mengelola perusahaan.

Dalam hal ini, Sukanto Tanoto memegang erat prinsip profesionalisme. Ia melakukan sistem delegasi pekerjaan. Pria kelahiran 25 Desember 1949 ini tidak ragu memberi kepercayaan kepada pihak lain dalam menjalankan sebuah pekerjaan.

Namun, sebelum itu, Sukanto Tanoto telah bersiap. Ia membangun organisasi yang solid terlebih dulu. Dengan demikian, RGE mampu berjalan di koridor yang diharapkan.

Prinsip profesionalisme yang dijalankan di RGE terlihat dari cara pemilihan jabatan di perusahaan. Sukanto Tanoto menekankan terhadap kapabilitas dibanding apa pun. Artinya, siapa pun, tidak peduli dengan suku, gender, atau latar belakangnya, bisa memperolehnya asalkan memang memiliki kemampuan mumpuni.

Cerita salah seorang karyawan Asian Agri bernama Anisa Handayani bisa menjadi contoh. Ia merupakan Sustainability Officer di Departemen Environmental, Sustainability, dan Corporate Social Responsibility (CSR) di anak perusahaan RGE tersebut.

Sehari-hari Anisa bekerja mengurusi mengurusi sertifikasi Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dan Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO).

"Pekerjaan utama saya berkoordinasi dengan para pemimpin unit lainnya untuk mengecek apakah implementasi di lapangan sudah sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh sertifikasi,” katanya.

Ini tidak sembarangan. Karena selain berarti penting dalam upaya pelestarian alam, Anisa menjadi perempuan pertama yang direkrut di dalam divisi perusahaannya.

Sebelumnya pekerjaan ini sangat identik dengan kaum pria. Para wanita dianggap tidak mampu menjalankannya dengan baik. Namun, Sukanto Tanoto tidak pernah menekankan terhadap stereotype seperti itu. Ia tegas menginstruksikan agar perusahaannya memandang kapabilitas dibanding latar belakang apa pun.

Hal ini akhirnya membuat Anisa dipercaya. Sebab, Asian Agri tahu ia memiliki kapabilitas yang mumpuni dalam menjalankan pekerjaannya.

"Perkebunan ini masih memegang erat tradisi lama yang sangat berorientasi kepada pria. Mereka juga melakukan stereotype perempuan itu lemah dan tidak cocok bekerja di perkebunan," ujar Anisa.

Namun, ia berhasil mematahkan pandangan miring tersebut. Anisa sukses menjalankan pekerjaannya dengan baik. "Sekarang saya sudah bertahan disini selama hampir empat tahun. Jika tidak diremehkan, saya mungkin tidak bisa membuktikan kalau perempuan juga bisa bekerja di perkebunan," kata Anisa.

Kisah serupa ada di APRIL Group. Anak perusahaan RGE yang bergerak di sektor pulp dan kertas tersebut juga memegang tinggi prinsip profesionalitas dalam pengelolaan perusahaan.

Contoh nyata terkait salah seorang karyawannya yang bernama Lita Safriana. Ia bekerja sebagai pengemudi forklift di PT Riau Andalan Pulp & Paper (unit bisnis APRIL, Red.).

Sebelum ada Lita, pekerjaan ini hanya dilakukan oleh para lelaki. Namun, berkat Lita, pemikiran tersebut berubah. Ia mampu membuktikan bahwa wanita bisa bekerja sebaik pria sebagai pengemudi forklift. Ia memperlihatkan tugas untuk mengangkut kertas dari kawasan yang disebut flexi area ke gudang mampu dijalankannya dengan baik.

“Orang biasa berpikir pekerjaan ini untuk pria. Banyak cerita seram tentang bekerja di pabrik seperti ini terutama tentang kecelakaan. Namun, sesudah menjalaninya di sini selama setahun lebih, saya berani mengatakan cerita itu hanya mitos. Awalnya saya hanya merasa canggung karena ketika mengendarai forklift, pandangan mata semua orang ke saya. Tapi, kini dilirik pun tidak,” canda Lita kepada Jakarta Globe.

Kesempatan yang diberikan kepada Lita menunjukkan bahwa profesionalitas dihargai di RGE. Asalkan punya kapabilitas, siapa saja bisa mendapat kepercayaan.

PROFESIONALISME TANPA PANDANG BULU

RGE saat ini masih dimiliki oleh Sukanto Tanoto. Namun, profesionalisme tetap diterapkannya. Bahkan, ke keluarganya yang ikut serta mengelola perusahaan.

Sumber: Wharton Magazine (http://whartonmagazine.com/issues/fall-winter-2017/the-business-family-imelda-tanoto-belinda-tanoto-anderson-tanoto/)

Bagi Sukanto Tanoto, kapabilitas lebih penting dibanding apa pun. Ikatan keluarga tidak serta-merta membuat anak atau kerabatnya langsung memegang posisi utama di RGE.

Ini dibuktikan oleh Sukanto Tanoto terhadap anak-anaknya. Mereka yang ingin berkarier di RGE harus memiliki kapabilitas yang cukup. Selain itu, tidak ada perlakuan istimewa yang diberikan kepada mereka.

Perjalanan karier Anderson Tanoto misalnya. Usai menempuh perguruan tinggi, ia tidak langsung masuk ke RGE. Namun, bekerja dulu di perusahaan lain agar bisa mendapat tambahan ilmu.

Kala itu, Anderson Tanoto memilih bekerja sebagai konsultan di Bain & Company untuk mendapatkan pengalaman kerja. Sesudahnya, ia baru bergabung dengan RGE.

Namun, karena prinsip profesionalisme dipegang kuat, di sana Anderson Tanoto tetap memulai karier dari bawah. Awalnya ia malah terjun langsung ke pusat produksi RGE di pabrik dan perkebunan.

Cerita serupa dialami oleh anak Sukanto Tanoto yang lain, Belinda Tanoto. Sebelum berkarya di RGE, ia menjadi seorang analis di Morgan Stanley. Namun, ia rela saja melakukannya karena menjadi bekal berharga baginya untuk berkarier di RGE.

“Di sana saya belajar banyak tentang cara menjalin hubungan dengan pemangku kepentingan di Tiongkok. Hal itu akhirnya terbukti berguna dan bisa diterapkan ketika menjadi tenaga pemasaran untuk bisnis keluarga di Shangdong, Tiongkok,” kata Belinda Tanoto.

Puteri lain Sukanto Tanoto, Imelda Tanoto, juga mendapat perlakuan serupa. Baginya yang bekerja di divisi Human Resources RGE, prinsip profesionalisme yang dijalankan dirasa tepat demi kemajuan perusahaan.

“Karena telah menjadi bagian dari perusahaan ini, kami tahu persis bagaimana perkembangannya dari waktu ke waktu. Kami harus memastikan bahwa ada orang yang untuk peran tertentu. Hal itu juga mesti dilakukan dengan sarana yang benar,” kata Imelda Tanoto.

Anderson Tanoto mempunyai pandangan yang tersendiri. Meski saat ini ayahnya memegang kendali di RGE, bukan berarti perusahaannya harus memberi perlakuan spesial kepada keluarganya. Sebab, ia mengaku keluarganya tidak memandang RGE sebagai perusahaan keluarga. RGE adalah perusahaan yang dikelola secara profesional oleh mereka yang punya kapabilitas.

Secara khusus, Anderson Tanoto malah ingin pihaknya dikenal sebagai pebisnis ulung. “Kami menyebut diri kami sebagai keluarga pebisnis, bukan pelaku bisnis keluarga,” ujarnya.

Hal ini yang akhirnya mampu membuat RGE bisa berkembang dengan baik. Pasalnya, nilai-nilai profesionalisme dipegang secara teguh di sana.

“Hal tersebut tidak tentang memiliki anggota keluarga yang menjalankan perusahaan. Namun tentang siapa orang yang terbaik dalam menjalankan perusahaan,” ucap Anderson Tanoto. “Kami tidak membedakan antara manajer profesional dengan anggota keluarga yang ada di dalam perusahaan. Semua terkait dengan kapabilitas dibanding dengan titel yang melekat belaka.”

Mungkin Kamu Juga Suka...

Comments